Tahun ini, Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Malang kembali menggelar konferensi internasional, 2nd International Conference on History, Social Science, and Education (ICHSE). Diselenggarakan secara hybrid pada Kamis (29/8) di Aula Ki Hajar Dewantara dan daring melalui zoom meeting, konferensi ini menghadirkan empat keynote speakers: 1) Kate McGregor dari University of Melbourne, 2) Simon Creak dari Nanyang Technological University (NTU) Singapore, 3) Diana Suhardiman dari KITLV & Leiden University, dan 4) Aditya Nugroho Widiadi, dosen Departemen Sejarah UM. Mengusung tema “Unheard Voices in History, Social Science, and Education”, ICHSE juga merupakan realisasi dari Implementation of Agreement antara Departemen Sejarah dengan University of Melbourne dan NTU Singapore.
Sebagai realisasi dari kesepakatan kerjasama dengan mitra internasional, ICHSE juga diharapkan dapat menjadi kegiatan yang mendorong tercapainya Indikator Kinerja Utama (IKU) perguruan tinggi, khususnya IKU 6 – Program Studi Bekerjasama Dengan Mitra Kelas Dunia. Kegiatan ini dibuka langsung oleh Rektor Universitas Negeri Malang yang juga merupakan dosen Departemen Sejarah. Sesi pertama dimulai sekitar pukul 08.30 WIB, dihadiri oleh para pemakalah dari berbagai universitas di Indonesia dan Asia serta mahasiswa Departemen Sejarah yang hadir secara luring dan daring.
Diskusi sesi pertama diisi oleh Kate McGregor dan Simon Creak. Sesuai dengan tema yang diusung pada ICHSE tahun ini, dalam diskusi Kate menyampaikan tulisannya mengenai perempuan sebagai korban Perang Pasifik, serta bagaimana para perempuan dari berbagai negara di Asia berjuang untuk mencari keadilan. Di sisi lain, Simon juga memaparkan soal xenophobia terhadap orang-orang Vietnam yang terjadi di Laos karena sentimen anti komunisme sebagai dampak dari Perang Dingin. Setelah sesi pertama selesai, para pemakalah diarahkan untuk menuju panel-panel sesuai dengan sub tema tulisan masing-masing. Terdapat empat panel luring dan tiga panel daring yang dilaksanakan mulai pukul 12.30-14.00 WIB, setelah itu seluruh pemakalah dan peserta acara mengikuti sesi kedua bersama Diana Suhardiman dan Aditya Nugroho Widiadi di zoom meeting.
Pada diskusi daring, Diana menyampaikan kajian seputar firebreaks atau sekat api sebagai sistem kearifan lokal untuk menjadi kontra narasi atas tata kelola hutan yang seringkali sarat kepentingan politik. Diskusi kemudian dilanjutkan oleh Aditya yang membawakan materi tentang metode penelitian sejarah, sejarah lingkunga, oral history, dan bagaimana cara mengemas materi-materi tersebut ke dalam pembelajaran sejarah.
Seperti yang disampaikan oleh rektor dalam pembukaan, “We are reminded that education is not just about absorbing established knowledge, but also about questioning, exploring, and giving voice to those who have been silenced”. Konferensi ini mengingatkan kita bahwa pendidikan bukan hanya tentang membangun pengetahuan, tapi juga soal mempertanyakan, menggali, dan menyuarakan pihak-pihak yang selama ini dibungkam.
Recent Comments